Buruh Tolak PP 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan

Staf ahli kantor Gubernur Sumatera Utara Felrin Nainggolan, tampak sedang berhadapan dengan sejumlah pengunjuk rasa. EDITOR TRACK NEWS -  YUDI IKHSAN F LUBIS, ST


                               Liputan Khusus : drg Tony Hermansyah - Yudi Ikhsan F Lubis ST
                                                (PEMRED/PENJAB - EDITOR TRACKNEWS)

MEDAN – TRACKNEWS : Berbagai buruh yang bernaung di bawah bendera Aliansi Pekerja Buruh Sumatera Utara (APBSU), Aliansi Buruh Sumut, DPD SBSI 1992 Sumut mendapat kawalan ketat pihak Kepolisian serta Satpol PP. Ketika para kaum buruh menggelar aksi unjuk rasa damai di depan Kantor Gubernur di Medan, menolak PP 78/2015 Tentang Pengupahan, Selasa hingga Kamis atau (3 - 5/11) selama dua pekan terakhir.

Setelah di awal tahun ini para pengunjuk rasa melakukan aksi serupa, menuntut ketenagakerjaan terlalu lamban menyelesaikan kasus kejahatan, yang dilakukan PT Starindo Prima (Persero) di Tanjung Morawa B Kabupaten Deli Serdang Sumut. Dalam aksinya, para pengunjuk rasa meminta Disnakertrans Sumut agar mengeluarkan surat pemberitahuan hasil penyidikan tersebut, karena hingga kini belum memperoleh tanggapan dan kepastian hukum.

Selasa (3/11) hari pertama digelarnya aksi unjuk rasa, sedikitnya 6 Serikat Pekerja ataupun Buruh (SBSI 1992, SBBI, SBMI SUMUT, SPSI, SBSU, SPN) yang yang bernaung di bawah bendera APBSU. Secara tegas menolak produk PP 78/2015 Tentang Pengupahan kemasan pemerintahan Jokowi – JK. Argumentasi para pengunjuk rasa, PP 78/2015 Tentang Pengupahan tersebut selain merugikan kaum buruh, kemudian bertentangan dengan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 13/2013 Tentang Ketenagakerjaan.

Sedangkan dalih lain terkait penolakan PP 78/2015 Tentang Pengupahan,  para pengunjuk rasa menilai tidak ditemukan mereka adanya pengaturan yang tegas, atau menyebutkan sanksi pidana bagi Pengusaha. Artinya di sa’at pengusaha melakukan pelanggaran mengenai pembayaran upah buruh, sebagaimana dengan ketentuan pengupahan yang ditetapkan nantinya.

Pada bahagian tertentu, adanya butir tentang peninjauan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) buruh yang dilakukan selama 5 tahun sekali. Akhirnya membuat komunitas buruh, semakin dihantui ketakutan yang kian mendalam.

APBSU dalam orasi sebelumnya, membuat perhitungan upah buruh pasca berlakunya PP 78/2015.  APBSU memprediksikan upah buruh di Indonesia kedepannya, akan menganut upah murah. Akibatnya buruh termiskinkan sepanjang masa, sementara saat ini kami lagi mengupayakan upah buruh, agar naik atau terdongkrak ke angka minimal 35 perosen.

Sementara Plt Gubernur Sumatera Utara Tengku Ery Nurdin, dalam aksi tersebut belum bersedia menerima massa aliansi buruh dengan alasan jabatannya belum definitif. Namun demikian Plt Gubernur tetap mengutus Staf Ahlinya Felrin Nainggolan, untuk menerima para pengunjuk rasa.

Usai beberapa Pimpinan Serikat Pekerja berorasi dan menyerahkan berkas tuntutan mereka kepada Felrin Nainggolan, sebelumnya diawali teriakan yel, “Hidup Buruh”. Disertai dengan sikap Felrin Nainggolan yang familiar, beliau menegaskan;  “Apa yang dituntut para Aliansi Pekerja Buruh Sumatera, semoga dapat kami pahami dan akan diteruskan kepada Pemerintah Pusat.

Akan tetapi kata Felrin Nainggolan, secara keseluruhan butuh proses, di antaranya sudah barang pasti ‘waktu untuk mempersiapkan segala yang terkait”. Sekaligus Felrin Nainggolan mengakhiri dan bersalam – salaman dengan para pengunjuk rasa.

Mengutip pernyataan sikap yang disampaikan APBSU, kepada pemerintahan Jokowi – JK melalui Gubernur Sumatera Utara, tetap konsisten menolak PP Nomor 78/2015 Tentang Pengupahan.

Urgensinya, para pengunjuk rasa minta kenaikkan upah sebesar 35%, laksanakan upah layak terhadap buruh dan keluarganya. Tolak Upah Murah, hapuskan status buruh Outshourcing/Buruh Kontrak. Stop dan mengecam keras, terhadap tindakan refresif aparat keamanan dalam menangani aksi unjuk rasa buruh, yang terrjadi 30 Oktober 2015 di depan Istana Negara.

Di tempat yang sama Rabu (4/11), 9 Serikat Pekerja/Buruh (Sejati Sumut, FSPMI, KSPI Sumut, SBSI Sumut, SBMI Sumut, SBMI Mandiri, KGB, PETA, SBBBI Sumut, Gaspermindo, dan SBDS) yang menggabungkan diri mereka dalam Aliansi Buruh Sumut;  Menuntut pemerintah Joko Widodo – JK, mencabut PP Nomor 78/2015 Tentang Pengupahan, laksanakan Nawacitanya sa’at berkampanye, tidak mengutamakan kepentingan kapitalis dengan merendahkan pendapatan buruh.

Di sisi lain, Aliansi Buruh Sumut menuntut Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk menaikan Upah Minimum Kota/Kabupaten se Sumut di 2016, sebesar 25%.  Dan tidak mengindahkan PP No 78/2015 Tentang Pengupahan, dalam menetapkan UMK Kota/Kab se Sumut. Karena jelas melanggar amanat peraturan yang lebih tinggi diatasnya, yaitu Undang - Undang Nomor 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Sementara Kamis (5/11), Dewan Pimpinan Daerah SBSI 1992 berunjukrasa menuntut Pemerintah Provinsi Sumatera Utara cq Plt Gubsu, agar merespon aspirasi para pekerja/buruh di Sumut. Dan turut serta menolak PP 78/2015 Tentang Pengupahan, dalam bentuk surat kepada Presiden Jokowi – JK.

Mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara agar mengabaikan PP No 78/2015 dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2016. Sekaligus dan menetapkan kenaikkan Upah Minimum Provinsi 2016, sebesar 35 perosen dan bukan 11,5.


Editor  : Syofian HSy

Share this

BERITA TERKAIT

Previous
Next Post »